Ahlan Wa Sahlan



Sabtu, 28 Mei 2011

KELUARGA SAKINAH: CINTA NO, KASIH SAYANG YES !!!

Saya dan anda masih tetap menghargai perasaan-perasaan cinta, sekalipun cinta itu hampir menjadi berhala di abad modern ini. Para pemuda pemuja cinta mempersembahkan darah, dan orang-tua pemuja cinta mengorbankan kehormatan mereka. Lalu lakukanlah di hadapannya nyanyian-nyanyian yang diperdengarkan suara seruling gendang, lalu menarilah di hadapan para penari. Bahkan, demi berhala cinta itu, orang membangun gedung-gedung bioskop dan studio televisi, serta kabaret-kabaret di jalan-jalan protokol siang dan malam, untuk memuja cinta dan mengangkatnya ke atas singgasana, agar menjadi sembahan dan tujuan nomor wahid. Juga agar menjadi cita-cita dan idaman hidup yang paling luhur, seakan tanpa semua itu, hidup rasanya tak berarti.

Kita semua adalah para penjahat atau korban cinta. Tidak ada lagi di kalangan kita orang yang tidak pernah terluka atau terkena panah cinta, atau membalasnya dengan cinta, meski kita menyadari betapa pentingnya soal cinta ini, sehingga cinta menjadi topik utama yang mutlak dibicarakan orang di saat sekarang. Namun, izinkanlah saya meninjau kembali barang sebentar, serta berusaha memahami daerah pengembaraan ini. Kita semua tersesat, orang tua, kaum muda sampai anak-anak kecil.

Pertama-tama kepada diri saya sendiri, baru kemudian saya bertanya kepada Anda, “Tahukah Anda semua ini, kenapa cinta itu senantiasa berkaitan dengan sakit hati, dan kenapa senantiasa berakhir dengan cucuran air mata dan keputus-asaan?”.

Biarlah pertanyaan ini saya jawab: Sesungguhnya cinta dan keinginan itu merupakan dua hal yang bersahabat kental. Anda tidak mungkin mencintai seorang wanita tanpa menginginkannya. Oleh karena itu, angin cinta yang lembut dan membuai akan senantiasa bercampur dengan darah dan daging, menusuk dalam naluri manusia, lalu berubah menjadi angin kencang dan badai yang menyeret wanita ke dalam dekapan seorang laki-laki. Daging dan tulangnya leleh dalam tungku nafsu dan syahwat membara. Kelezatan sementara yang terus menyala, hampir tidak mau padam. Sedang nafsu syahwat itu sendiri tabiatnya adalah keras, agresif, ingin memiliki dan menguasai seorang wanita yang berjalan berdampingan dan bergandeng tangan dengan laki-laki. Terdorong oleh syahwatoya itu, ia berada di bawah kekuasaan laki-laki itu, lalu ia berubah menjadi sesuatu yang leleh dan lebur dalam dekapannya.

Benarkah bila saya benarkan bahwa cinta itu memuat kekasaran tersembunyi dan permusuhan yang tidak terang-terangan. Yah, itu benar. Cinta itu dapat tercelup dalam syahwat, maka mau tidak mau cinta itu berwarna syahwat karena tabiat manusia itu sendiri.

Sebaliknya, wanita yang merasa bahwa jiwa telah dikuasai oleh seorang laki-laki, maka dia pun berusaha untuk merebut dan menguasai jiwa laki-laki tersebut. Di situlah terjadinya permusuhan tersembunyi secara timbal balik, sekalipun dalam bentuk cinta.

Sebagai contoh, satu-satunya wanita yang kisah cintanya disebutkan dalam al-Qur’an adalah istri al-Aziz yang mabuk kepayang kepada pemuda pujaannya, Yusuf. Apakah yang diperbuat isteri al-Aziz itu ketika Yusuf yang jujur tak mau meladeni rayuannya. Apa pula yang dia lakukan ketika suaminya memergoki kedua insan itu? Ternyata perempuan itu menuntut agar Yusuf dipenjarakan atau disiksa.

قالت ماجزاء من أرادبأهلك سوء الا أن يسجن أوعذاب اليم

Wanita itu berkata: Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud serong terhadap isterimu selain dipenjarakan atau dihukum dengan adzab yang pedih. (Yusuf: 25).

Apa pula kata perempuan itu kepada rekan-rekan wanitanya, ketika dia menceritakan kisah cintanya:

ولقد راودته عن نفسه فاستعصم ولئن لم يفعل ماامره ليسجنن وليكونامن الصاغرين

Dan sesungguhnya, aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya kepadaku. Akan tetapi dia menolak, dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan padanya, niscaya dia akan dipenjara dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina. (Yusuf: 35).

Perhatikan, ternyata kekerasan cinta ada pada dirinya, dibarengi dengan kekasaran dan keinginan untuk memenjarakan dan menyiksa. Sesudah itu, perhatikan kata Yusuf as:

قال رب السجن احب الى ممايد عوننى اليه

Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku. (Yusuf: 33).

Sikap Yusuf as seperti itu adalah karena dia tahu dengan mata hatinya, bahkan cinta itu pun sebenarnya penjara, bahwa syahwat itu adalah tali, bila laki-laki menyerah padanya, maka lehernya akan dijeratnya sampai mati, dan Yusuf as berkata, bahwa dia memilih tinggal dalam penjara beberapa tahun. Maka, hal itu akan lebih sejuk dia rasakan daripada tunduk kepada syahwat yang merupakan penjara abadi sampai akhir hayat manusia.

Sesungguhnya cinta itu selama-lamanya takkan menjadi cinta murni, bersih dan jernih. Akan tetapi -dikarenakan tabiat manusia itu sendiri- cinta senantiasa akan merupakan bagian dari tiga hal. Yaitu, cinta, kelamin dan kekasaran. Tiga hal itu bersenyawa satu sama lainnya, tak bisa dipisahkan.

Dan oleh karena kisah cinta yang bercampur dengan syahwat itu senantiasa berakhir dengan pemuasan dalam beberapa detik, kemudian disusul dengan keletihan dan kebosanan pada kedua belah pihak. Juga keinginan masing-masing kepada perubahan suasana dan cara baru, untuk membangkitkan kembali syahwat dan sisa-sisa birahinya. Maka, cinta akan senantiasa menyeret kepada keraguan masing-masing pihak, jangan-jangan pihak lawan itu berkhianat. Dan pada gilirannya, hal ini akan menyebabkan semakin bimbang dan saling curiga, tegang dan cemburu. Demikianlah cinta akhirnya berubah menjadi kepedihan dan kesengsaraan, hujan air mata dan luka di hati.

Cinta hampir tak dapat dipisahkan selamanya dari ketiga unsur tersebut. Cinta, kelamin dan kekasaran. Oleh karena itu, ia mendapat keputusan bubar dan hilang harapan, atau mendapat keputusan berubah seratus delapan puluh derajat. Sehingga yang asalnya cinta menjadi musuh, dan berbalik menjadi benci, lalu mengadakan pembunuhan terhadap perasaan-perasaan cinta itu, seratus kali setiap hari, dan itulah sebenarnya yang namanya penderitaan
(patah hati -admin).

Oleh karena itu, tiga unsur ini tidak tepat dijadikan landasan perkawinan. Tidak tepat untuk membangun rumah-tangga, dan tidak patut untuk membangun hubungan-hubungan yang mantap antara dua insan yang berlainan jenis.

Dan adalah termasuk bukti-bukti keagungan al-Qur’an dan kemukjizatannya, bahwa ketika ia menyebut soal perkawinan, maka tidak menyebut-nyebut cinta (mahabbah -admin), tapi yang disebut adalah Mawaddah wa rahmah (belas kasih dan sayang) dan Sakinah (ketenteraman). Yaitu, ketenteraman jiwa yang satu terhadap lainnya, dan kebetahan hati yang satu terhadap yang lain, serta terwujudnya belas, bukan cinta; kasih, bukan birahi:

ومن اياته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوااليها وجعل بينكم مودةورحمة

Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu belas kasih dan sayang. (ar-Rum: 21).

Jadi, kasih dan sayang itulah kunci rumah-tangga, karena dengan adanya rasa sayang itu, otomatis cinta sudah tercakup. Sedang cinta tidak mencakup kasih sayang. Bahkan syahwat itu hampir senantiasa berbalik menjadi permusuhan. Rasa sayang itu lebih dalam, lebih murni dan lebih suci dibanding cinta. Sayang adalah perasaan manusia yang luhur dan tersusun dari berbagai unsur. Ia membuat cinta, persaudaraan, persahabatan, kelembutan, pengorbanan, tidak memikirkan diri sendiri, toleransi, ketelatenan, kemaafan dan kedermawanan.

Atas dasar tabiat manusia, kita semua mampu untuk bercinta, tetapi sedikit saja di antara kita yang mampu untuk menyayangi..

Dan di antara seribu kekasih, disana hanya ada seorang yang mungkin anda sayangi. Sedang selebihnya, adalah para pengumbar nafsu, pencari kelezatan dan keenakan.

Oleh sebab itulah, al-Qur’an, Kitab yang penuh hikmah itu turun kepada kita dari Tuhan Yang Maha Besar, memperingatkan kepada kita ketika kawin, tentang kasih, tentang sayang dan ketenteraman. Satu kata pun tidak menyebut-nyebut soal cinta. Dengan demikian, berarti ia menghancurkan berhala abad modern dan sesembahan utama manusia dewasa ini, sebagaimana ia pernah menghancurkan berhala-berhala yang ada di sekeliling Ka’bah zaman dulu.

Bagi orang yang berpengalaman dan telah merasakan manis pahitnya kehidupan, disamping telah bergaul dengan wanita, maka ia akan tahu betapa dalam, mendasar dan benar ayat yang telah diturunkan Allah tersebut.

Dengan adanya ayat tersebut, bukan berarti mengecilkan peran cinta, atau syahwat itu tidak penting, bukan. Melainkan semua itu merupakan ketegasan dan keterangan bahwa penyaluran rasa cinta dan syahwat tanpa dilingkari dengan kasih dan sayang dan aturan-aturan syariat adalah sia-sia dan pasti berakhir dengan kebinasaan.

Hanya hewan sajalah sebenarnya yang semata-mata melampiaskan cinta, syahwat dan saling bermesraan. Adapun manusia, adalah satu-satunya makhluk istimewa yang memiliki rasa belas kasih dan sayang, karena manusialah satu-satunya yang diberi kemampuan untuk mengendalikan syahwatnya. Umpamanya, dia berpuasa, padahal dia lapar; dia sanggup menahan diri, betapapun rindunya.

Rasa sayang itu bukanlah kelemahan, bahkan merupakan puncak dari kekuatan manusia. Karena dengan itulah manusia mengatasi kebinatanganya, kebuasan dan kegelapan syahwatnya. Sayang itu cahaya, sedangkan syahwat itu api. Orang yang memiliki rasa sayang akan nampak bercahaya, jernih dan cemerlang hatinya. Dialah orang yang benar-benar terkemuka.

Kasar itu pengecut; sedang sayang itu berani. Rasa sayang itu tak kan dimiliki selain oleh seorang pemberani, terhormat dan mulia. Sedang, yang sibuk membalas dendam dan menyiksa hanyalah orang yang rendah diri, hina dan berhati semut.

Sayang adalah cap syurga yang terdapat pada kening orang yang beruntung dan mendapati janji Tuhan di antara sekalian penghuni bumi ini. Mereka dapat Anda kenali dari tanda-tanda, sifat-sifat dan kecerahan mereka.

Tanda dari orang yang belas kasih adalah ketenangan, ketenteraman dan kemurahannya. Begitu pula, ia pun mempunyai sifat lapang dada, penyantun, lembut, sabar, hati-hati, introspeksi sebelum terlanjur melakukan perbuatan yang meragukan, mencemaskan diri dalam memperebutkan hal-hal yang tidak abadi dan keuntungan-keuntungan pribadi, menjauhi dendam, mengendalikan syahwat, banyak berpikir, menyukai diam, betah menyendiri dan tidak gusar ketika tinggal seorang diri (karena orang yang rahim seperti itu mempunyai cahaya yang menghiburnya dari dalam dirinya sendiri, juga karena dia selalu berdialog dengan Tuhan Yang Maha Haq), dan senantiasa berseri-seri kala bergaul dengan segala makhluk Allah.

Orang-orang yang rahim seperti itu tidak banyak. Namun, mereka adalah tiang dan tonggak dunia, yang dengan itu Allah memelihara bumi dan semua penghuninya.

Dalam pada itu, kiamat pun tak kan datang kecuali bila tak ada lagi rasa sayang dalam hati manusia, sementara dendam tersebar dimana-mana. Materialisme yang kasar merajalela, sedang kehidupan manusia semata-mata dikuasai oleh syahwat-syahwatnya. Disanalah bangunan-bangunan di muka bumi ini bakal roboh, dan hancurlah kerangka-kerangkanya, terpelanting dari pondasinya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar